Jumat, 13 November 2015

ANALISIS TINGKAT KONSUMSI DI INDONESIA DENGAN MENGGUNAKAN TEORI KEYNES

PENDAHULUAN
1.1  Latar Belakang Permasalahan
Konsumsi, tabungan, dan investasi mempunyai peranan sentral dalam mengukur performa perekonomian suatu negara. Keputusan untuk melakukan konsumsi bergantung kepada pendapatan yang diterimanya. Selain itu keputusan untuk menabung atau menginvestasikan sebagian dari pendapatan yang diterima juga akan mempengaruhi tingkat konsumsi seseorang.
 Negara-negara yang menabung dan menginvestasikan sebagian besar dari pendapatan mereka cenderung memiliki pertumbuhan output dan upah yang cepat, seperti Amerika Serikat di abad ke 19 dan Jepang di abad ke 20. Sebaliknya negara-negara yang mengkonsumsi sebagian besar dari pendapatan mereka, menunjukan angka pertumbuhan yang rendah dalam produktivitas dan upah. Seperti banyak negara miskin di Afrika dan Amerika Latin. Konsumsi yang tinggi relatif terhadap pendapatan berarti investasi yang rendah dan pertumbuhan yang lambat.
Interaksi antara pengeluaran dan pendapatan memainkan peran yang amat berbeda selama ekspansi dan kontraksi siklus bisnis. Ketika kondisi-kondisi ekonomi memberikan kenaikan terhadap konsumsi yang berkembang dengan cepat, akan meningkatkan total pengeluaran dan permintaan agregat, menaikan output dan lapangan kerja dalam jangka pendek. Seperti yang di alami oleh Amerika Serikat di tahun 1990an dengan ledakan ekonominya akibat pertumbuhan yang cepat pada pengeluaran konsumen. Ketika konsumsi menurun karena berbagai sebab seperti pajak yang ditingkatkan atau keengganan masyarakat untuk menkonsumsi barang, akan cenderung mengurangi total pengeluaran dan bisa menyebabkan resesi . Hal tersebut pernah di alami Jepang di tahun 1990an.
Selama ini konsumsi merupakan komponen tunggal terbesar dari GDP . Konsumsi dapat dikategorikan ke dalam tiga kategori barang yang tahan lama, tidak tahan lama, dan jasa. Selain itu pola pengeluaran tiap orang berbeda-beda . Keluarga yang miskin harus membelanjakan pendapatan mereka terutama pada kebutuhan hidup seperti makanan dan tempat tinggal. Ketika pendapatan meningkat, mereka akan membeli lebih banyak makanan dari sebelumnya. Namun, pada titik tertentu, kenaikan pendapatan akan membuat mereka tidak menambah konsumsi makanan namun akan menggunakan tambahan uangnya untuk kebutuhan lain seperti rekreasi dan membeli kendaraan. Selain untuk konsumsi, kenaikan pendapatan juga dapat membuat seseorang untuk meninkatkan tabungannya atau melakukan investasi.
Banyak alasan yang menyebabkan analisis makro ekonomi perlu memperhatikan tentang konsumsi rumah tangga secara mendalam. Alasan pertama, konsumsi rumah tangga memberikan pemasukan kepada pendapatan nasional. Di kebanyakaan negara pengeluaran konsumsi sekitar 60-75 persen dari pendapatan nasional. Alasan yang kedua, konsumsi rumah tangga mempunyai dampak dalam menentukan fluktuasi kegiataan ekonomi dari satu waktu ke waktu lainnya. Konsumsi seseorang berbanding lurus dengan pendapatannya. (Sukirno, 2003 : 338). Semakin besar pendapatan seseorang maka akan semakin besar pula pengeluaran konsumsi. Perbandingan besarnya pengeluaran konsumsi terhadap tambahan pendapatan adalah hasrat marjinal untuk berkonsumsi (Marginal Propensity to Consume, MPC).
Sedangkan besarnya tambahan pendapatan dinamakan hasrat marjinal untuk menabung (Marginal to Save, MPS). Pada pengeluaran konsumsi rumah tangga terdapat konsumsi minimum bagi rumah tangga tersebut, yaitu besarnya pengeluaran konsumsi yang harus dilakukan, walaupun tidak ada pendapatan. Pengeluaran konsumsi rumah tangga ini disebut pengeluaran konsumsi otonom (autonomous consumtion).
Suatu teori ekonomi yang dikemukakan oleh John Maynard Keynes, seorang ekonom Inggris yang hidup antara tahun 1883 sampai 1946. Beliau dikenal sebagai orang pertama yang mampu menjelaskan secara sederhana penyebab dari Great Depression. Teori ekonominya berdasarkan atas hipotesis siklus arus uang, yang mengacu pada ide bahwa peningkatan belanja (konsumsi) dalam suatu perekonomian, akan meningkatkan pendapatan yang kemudian akan mendorong lebih meningkatnya lagi belanja dan pendapatan. Teori Keynes ini menelurkan banyak intervensi kebijakan ekonomi pada era terjadinya Great Depression.
Pada Teori Keynes, konsumsi yang dilakukan oleh satu orang dalam perekonomian akan menjadi pendapatan untuk orang lain pada perekonomian yang sama. Sehingga apabila seorang membelanjakan uangnya, ia membantu meningkatkan pendapatan orang lain. Siklus ini terus berlanjut dan membuat perekonomian dapat berjalan secara normal. Ketika Great Depression melanda, masyarakat secara alami bereaksi dengan menahan belanja dan cenderung menimbun uangnya. Hal ini berdasarkan Teori Keynes akan mengakibatkan berhentinya siklus perputaran uang dan selanjutnya membuat perekonomian lumpuh. Teori Keynes mengecam kebijakan pemerintah yang terlalu mendorong tabungan dan tidak mendorong konsumsi. Keynes juga mendukung pendistribusian kekayaan secara terkendali ketika diperlukan.
Teori yang diajukan oleh Keynes pada awalnya mengalami penolakan dari kaum klasik. Mereka berpendapat bahwa penawaran akan menciptakan permintaannya sendiri, yang dengan kata lain jika Anda membuat suatu produk maka percayalah itu akan memiliki pembelinya sendiri. Sementara berbeda dengan teori konsumsi yang berpendapat bahwa:
  • Setiap manusia memiliki perencanaan khusus dalam apa yang akan dikonsumsinya.
  • Perencanaan konsumsi pada umumnya diubah menjadi konsep menabung.
Hal tersebut sama saja dengan memberikan kekuasaan pada permintaan yang kemudian diikuti oleh produksi dan penawaran.
Pertumbuhan ekonomi saat ini bertumpu pada konsumsi karena peranan sektor investasi dan ekspor mendorong pertumbuhan ekonomi. Bertitik tolak pada latar belakang masalah yang dipaparkan sebelumnya, maka penyusun akan meneliti dan menganalisis faktor-faktor yang dapat mempengaruhi konsumsi masyarakat di Indonesia.

1.2  Rumusan Masalah
1.      Apakah yang dimaksud dengan teori konsumsi keynes ?
2.      Apakah teori konsumsi keynes dapat menjelaskan pola konsumsi sebagai penopang pertumbuhan ekonomi Indonesia ?
1.3  Tujuan Penelitian
1.      Mengetahui maksud dari teori konsumsi keynes.
2.      Mengetahui seberapa jauh teori konsumsi keynes dapat menjelaskan pola konsumsi sebagai penopang pertumbuhan ekonomi di Indonesia.
PEMBAHASAN
  A.    Teori Konsumsi Keynes
Konsumsi adalah pembelanjaan atas barang-barang dan jasa-jasa yang dilakukan oleh rumah tangga dengan tujuan untuk memenuhi kebutuhan dari orang yang melakukan pembelanjaan tersebut. Pembelanjaan masyarakat atas makanan, pakaian, dan barang-barang kebutuhan mereka yang lain digolongkan pembelanjaan atau konsumsi. Barang-barang yang diproduksi untuk digunakan oleh masyarakat untuk memenuhi kebutuhannya dinamakan barang konsumsi (Dumairy, 2004). Perkembangan ekonomi yang terjadi mengakibatkan bertambahnya variabel yang dapat mempengaruhi pengeluaran konsumsi selain pendapatan nasional, inflasi, suku bunga, dan jumlah uang beredar . Seperti kekayaan, selera, barang tahan lama,kemudahan transaksi dan faktor sosial ekonomi seseorang.
Teori Konsumsi oleh JohnMaynard Keynes muncul  setelah  terjadi  great  depression  tahun  1929-1930. Sedangkan kelompok Klasik tidak pernah memikirkan dan mengeluarkan teori konsumsi. Mereka hanya membahas teori produksi. Hal ini dikarenakan kaum Klasik percaya bahwa seperti yang dikatakan JB. Say: “Supply creates its own demand“ atau penawaran akan menciptakan permintaannya sendiri. Bahwa berapa pun yang diproduksi oleh produsen (sektor swasta) akan mampu  diserap atau dikonsumsi oleh rumah tangga.
            Ekonom  Klasik  percaya  bahwa  perekonomian  akan  selalu  berada  dalam keseimbangan.  Apabila terjadi  kelebihan  produksi  (over  production), maka harga barang akan turun dan kelebihan produksi pun akan hilang. Hal inilah yang menyebabkan sisi permintaan luput dari pengamatan kaum Klasik Namun ketika terjadi great depression, terlihat bahwa sisi penawaran (supply side) tidak mampu mengatasi sisi permintaan (demand side), karena kedua sisi  baik  sisi  penawaran maupun  sisi  permintaan  lumpuh  (tidak  berfungsi).
            Pengusaha mengalami kebangkrutan  karena  kelebihan  produksi menyebabkan terjadinya pengangguran yang besar-besaran, sedangkan dari sisi permintaan, masyarakat tidak memiliki daya beli karena tidak memiliki pendapatan. Hal inilah yang menurut  John  Maynard  Keynes, akibat  tidak diperhatikannya sisi demand. Pasar tidak mungkin dapat menciptakan keseimbangan secara otomatis. Kegagalan pasar (market failure) pasti akan terjadi. Oleh karena  itulah  perlu adanya campur tangan pihak lain yaitu pemerintah. 
Fungsi konsumsi menunjukkan hubungan antara tingkat pengeluaran konsumsi dengan tingkat pendapatan. Konsep ini diperkenalkan oleh Keynes, didasarkan hipotesis bahwa ada hubungan empiris yang stabil antara konsumsi dan pendapatan. Fungsi konsumsi dapat dilihat di bawah ini :
C = a +bY
Keterangan :    C = konsumsi seluruh rumah tangga (agregat)
a = konsumsi otonom, yaitu besarnya konsumsi ketika pendapatan nol (merupakan konstanta)
                                                  b = marginal propensity to consume (MPC)
           Y = pendapatan disposable
Dalam hal ini, pendapatan (Y) yang dimaksud oleh Keynes adalah :
1.                  Pendapatan riil/nyata (yang menggunakan tingkat harga konstan), bukan pendapatan nominal
2.                  Pendapatan yang terjadi (current income), bukan pendapatan yang diperoleh sebelumnya, dan bukan pula pendapatan yang diperkirakan terjadi di masa datang (yang diharapkan)
3.                  Pendapatan absolut, bukan pendapatan relatif atau pendapatan permanen.
Sedangkan b adalah marginal propensity to consume (MPC) atau kecenderungan mengonsumsi marginal, yaitu berapa konsumsi bertambah bila pendapatan bertambah. Dalam kurva konsumsi, MPC menunjukkan kemiringan/kecondongan (slope) kurva konsumsi. Pada titik manapun pada garis 45° , konsumsi sama persis dengan pendapatan dan tabungan sama dengan nol. Ketika fungsi konsumsi terletak di atas garis 45°, maka tabungan akan bernilai positif.
Ilmu makroekonomi modern menganggap penting respon konsumsi terhadap perubahan dalam pendapatan. Konsep ini disebut the marginal prosperity to consume (Kecenderungan marjinal untuk mengkonsumsi). MPC adalah jumlah ekstra yang dikonsumsi seseorang ketika mereka menerima uang tambahan dari pendapatan setelah pajak.
Kecenderungan marjinal untuk mengkonsumsi diiringi oleh bayangan cerminnya yaitu the marginal prosperity to saving (Kecenderungan marjinal untuk menabung). MPC dan MPS saling berkaitan. Karena pendapatan setelah pajak sama dengan konsumsi ditambah tabungan. Hal tersebut mengimplikasikan bahwa setiap tambahan pendapatan setelah dikenakan pajak harus dibagi antara tambahan untuk konsumsi dan menabung. Misalnya MPC sebesar 0,7 maka MPS harus sebesar 0,3 (MPS = 1- MPC ). MPC dan MPS harus selalu berjumlah persis.
Keynes menyatakan bahwa rasio konsumsi terhadap pendapatan, yang disebut kecenderungan mengkonsumsi rata-rata (avarage prospensity to consume), turun ketika pendapatan naik. Ia percaya bahwa tabungan adalah kemewahan, sehingga ia berharap orang kaya menabung dalam proporsi yang lebih tinggi dari pendapatan mereka ketimbang si miskin. 
Pada kondisi negara yang MPC-nya rendah, maka akan menyebabkan selisih antara produksi nasional (dengan asumsi full employment) dengan tingkat konsumsi (penggunaan produk) menjadi semakin besar. Agar mencapai penggunaan tenaga kerja penuh, para pengusaha perlu melakukan investasi sebesar selisih antara tingkat konsumsi dan produksi tersebut. Jika besarnya investasi tidak mencapai jumlah tersebut, maka akan terjadi pengangguran. Karena kondisi tersebut dalam kondisi nyata tidak selalu tercapai, maka pengangguran akan selalu ada.
  B.     Konsumsi di Indonesia
Untuk mengetahui kecenderungan mengkonsumsi di Indonesia akan digunakan teori dari John  Maynard Keynes. Data pendapatan nasional (GDP), Konsumsi dan Tabungan dari tahun 1993 – 2010 akan digunakan untuk menemukan APC, MPC dan BEP Indonesia. Berikut ini adalah data yang diperoleh dari website Asian Development Bank (ADB).
Tabel 1. Pendapatan Nasional, Konsumsi dan Tabungan Indonesia (Dalam Triliun)
Year
Y
C
S/I
1993
329.8
193.0
95.6
1994
382.2
228.1
114.2
1995
454.5
279.9
127.9
1996
532.6
332.1
148.1
1997
627.7
387.2
181.3
1998
955.8
647.8
211.0
1999
1099.7
813.2
142.4
2000
1389.8
856.8
361.2
2001
1646.3
1039.7
441.8
2002
1821.8
1232.0
419.3
2003
2013.7
1372.1
416.5
2004
2295.8
1532.9
476.7
2005
2774.3
1785.6
675.2
2006
3339.2
2092.7
860.8
2007
3950.9
2510.5
994.8
2008
4948.7
3000.0
1408.0
2009
5603.9
3290.8
1629.7
2010
6422.9
3642.0
2062.9
           Sumber : ADB
                Dapat dilihat bahwa konsumsi mempunyai persentase terbesar dalam pendapatan nasional. Namun, mulai tahun 2008 persentase itu mengecil karena sudah melalui BEP. Yaitu pendapapatan berada diatas garis 45° (Y=C).
  
Berikut adalah perhitungan APC, MPC, MPS, Fungsi Konsumsi dan BEP Indonesia :
APC Indonesia tahun 2009-2010 :            
3642 / 5603,9  = 0,58
MPC Indonesia 2009-2010 :
                        ΔC = 3642 – 3290,8 / ΔY = 6422,9 – 5603,9
                                          = 351,2 / 819
      = 0,43
            MPS Indonesia 2009 – 2010 :
                        ΔS = 2062,9 – 1629,7 / ΔY = 6422,9 – 5603,9
      = 433,2 / 819
      = 0,52
Autonomous Consumption :
a = (0,58 – 0,43) 5603,9
                          = Rp 840,585 Triliun
Fungsi Konsumsi Indonesia :
Y= 840,585 Triliun + 0,43Y
            Break Event Point (BEP) :
                                    Y – C = 0
                                    Y – 0,43Y – 840,585 Triliun = 0
                                    0,57Y = 840,585 Triliun
                                    Y = 1.474,71 Triliun
            Dengan BEP sebesar 1.474,71 Triliun , berarti pada tahun 2010 ketika pendapatan nasional sebesar BEP tersebut penduduk Indonesia lebih memilih untuk menggunakan tambahan pendapatan nya untuk meningkatkan tabungan bukan menambah konsumsinya. Sesuai dengan teori Keynes yang menyatakan pada tingkat pendapatan tertentu kenaikan pendapatan tidak akan meningkatkan konsumsi namun akan meningkatkan tabungan. Indonesia memiliki kecenderungan penurunan dalam presentase konsumsi terhadap pendapatan nasional. Sebaliknya kecenderungan untuk menabung meningkat. Kecenderungan ini mulai terjadi sejak krisis ekonomi di tahun 1998.

   C.    Teori Konsumsi Lain untuk Melengkapi Teori Keynes
            Apabila Keynes hanya mengeluarkan fungsi konsumsi jangka pendek saja, maka ekonom  lainnya yakni Simon Kuznets menemukan fungsi konsumsi jangka panjang. Simon Kuznets (peraih nobel di bidang ekonomi  tahun 1971) melakukan penelitian yang hampir sama dengan Keynes, namun datanya lebih panjang yaitu dari tahun 1869-1929. Menurut Kuznets, tidak ada perubahan yang signifikan terhadap proporsi tabungan  terhadap pendapatan  ketika  pendapatan  semakin meningkat, sehingga dalam jangka panjang, fungsi  konsumsi  berbentuk  stabil. Dalam jangka panjang fungsi konsumsi cenderung mendekati titik  origin.
    Sampai  saat  ini  pembahasan  tentang  teori  konsumsi  bervariasi,  namun kesemuanya berdasarkan pada tiga pendekatan, yaitu:
1.         The Relative income hypothesis (James Duessenberry)
2.         The Permanent income hypothesis (Milton Friedman)
3.         The Life cycle hypothesis (Albert Ando, Richard Brumberg and Franco Modigliani).
Hipotesis pendapatan relatif yang dikemukakan oleh James Dusenberry menyatakan bahwa pengeluaran konsumsi suatu masyarakat ditentukan terutama oleh tingginya pendapatan tertinggi yang pernah dicapainya. Pendapatan berkurang, konsumen tidak akan banyak mengurangi pengeluaran untuk konsumsi. Untuk mempertahankan tingkat konsumsi yang tinggi, terpaksa mengurangi besarnya saving. Apabila pendapatan bertambah maka konsumsi mereka juga akan betambah, tetapi bertambahnya tidak terlalu besar. Sedangkan saving akan bertambah besar dengan pesatnya.
Kenyataan ini terus kita jumpai sampai tingkat pendapatan tertinggi yang telah kita capai tercapai kembali. Sesudah puncak dari pendapatan sebelumnya telah dilalui, maka tambahan pendapatan akan banyak menyebabkan bertambahnya pengeluaran untuk konsumsi, sedangkan di lain pihak bertambahnya saving tidak begitu cepat.
Teori dengan hipotesis pendapatan permanen dikemukakan oleh M Friedman. Menurut teori ini pendapatan masyarakat dapat digolongkan menjadi 2 yaitu pendapatan permanen (permanent income) dan pendapatan sementara (transitory income). Pengertian dari pendapatan permanen adalah pendapatan yang selalu diterima pada setiap periode tertentu dan dapat diperkirakan sebelumnya. Sedangkan pengertian pendapatan sementara adalah pendapatan yang tidak bisa diperkirakan sebelumnya.
Friedman menganggap pula bahwa tidak ada hubungan antara pendapatan sementara dengan pendapatan permanen, juga antara konsumsi sementara dengan konsumsi permanen, maupun konsumsi sementara dengan pendapatan sementara. Sehingga MPC dari pendapatan sementara sama dengan nol yang berarti bila konsumen menerima pendapatan sementara yang positif maka tidak akan mempengaruhi konsumsi. Demikian pula bila konsumen menerima pendapatan sementara yang negatif maka tidak akan mengurangi konsumsi.
Teori dengan hipotesis siklus hidup dikemukaan oleh Franco Modigliani. Franco Modigliani menerangkan bahwa pola pengeluaran konsumsi masyarakat mendasarkan kepada kenyataan bahwa pola penerimaan dan pola pengeluaran konsumsi seseorang pada umumnya dipengaruhi oleh masa dalam siklus hidupnya.
Karena orang cenderung menerima penghasilan / pendapatan yang rendah pada usia muda, tinggi pada usia menengah dan rendah pada usia tua, maka rasio tabungan akan berfluktuasi sejalan dengan perkembangan umur mereka yaitu orang muda akan mempunyai tabungan negatif (dissaving), orang berumur menengah menabung dan membayar kembali pinjaman pada masa muda mereka, dan orang usia tua akan mengambil tabungan yang dibuatnya di masa usia menengah.
Selanjutnya Modigliani menganggap penting peranan kekayaan (assets) sebagai penentu tingkah laku konsumsi. Konsumsi akan meningkat apabila terjadi kenaikan nilai kekayaan. Sesungguhnya dalam kenyataan orang menumpuk kekayaan sepanjang hidup mereka, dan tidak hanya orang yang sudah pension saja. Apabila terjadi kenaikan dalam nilai kekayaan, maka konsumsi akan meningkat atau dapat dipertahankan lebih lama. Akhirnya hipotesis siklus kehidupan  ini akan berarti menekan hasrat konsumsi, menekan koefisien pengganda, dan melindungi perekonomian dari perubahan-perubahan yang tidak diharapkan, seperti perubahan dalam investasi, ekspor, maupun pengeluaran-pengeluaran lain.
PENUTUP
1.1  Kesimpulan
Teori Konsumsi adalah teori   yang mempelajari bagaimana manusia / konsumen itu memuaskan kebutuhannya dengan pembelian / penggunaan barang dan jasa. Sedangkan pelaku konsumen adalah bagaimana ia memutuskan berapa jumlah barang dan jasa yang akan dibeli dalam berbagai situasi.
Teori Konsumsi oleh John Maynard Keynes muncul  setelah  terjadi  great  depression  tahun  1929-1930. Keynes menyatakan bahwa rasio konsumsi terhadap pendapatan, yang disebut kecenderungan mengkonsumsi rata-rata (avarage prospensity to consume), turun ketika pendapatan naik. Ia percaya bahwa tabungan adalah kemewahan, sehingga ia berharap orang kaya menabung dalam proporsi yang lebih tinggi dari pendapatan mereka ketimbang si miskin. 
Fungsi konsumsi menunjukkan hubungan antara tingkat pengeluaran konsumsi dengan tingkat pendapatan. Konsep ini diperkenalkan oleh Keynes, didasarkan hipotesis bahwa ada hubungan empiris yang stabil antara konsumsi dan pendapatan. Fungsi konsumsi nya adalah C = a +bY .
Ilmu makroekonomi modern menganggap penting respon konsumsi terhadap perubahan dalam pendapatan. Konsep ini disebut the marginal prosperity to consume (Kecenderungan marjinal untuk mengkonsumsi). MPC adalah jumlah ekstra yang dikonsumsi seseorang ketika mereka menerima uang tambahan dari pendapatan setelah pajak.
Dengan BEP sebesar 1.474,71 Triliun , berarti pada tahun 2010 ketika pendapatan nasional sebesar BEP tersebut penduduk Indonesia lebih memilih untuk menggunakan tambahan pendapatan nya untuk meningkatkan tabungan bukan menambah konsumsinya. Sesuai dengan teori Keynes yang menyatakan pada tingkat pendapatan tertentu kenaikan pendapatan tidak akan meningkatkan konsumsi namun akan meningkatkan tabungan. Indonesia memiliki kecenderungan penurunan dalam presentase konsumsi terhadap pendapatan nasional . Sebaliknya kecenderungan untuk menabung meningkat.
Fungsi konsumsi Keynes adalah fungsi konsumsi jangka pendek.  Keynes tidak mengeluarkan fungsi konsumsi jangka panjang karena menurut Keynes ” in the long run we’re all dead.” , bahwa di dalam jangka panjang, kita semua akan mati, sehingga jangka panjang tidak perlu diprediksi.
Apabila Keynes hanya mengeluarkan fungsi konsumsi jangka pendek saja, maka ekonom  lainnya yakni Simon Kuznets menemukan fungsi konsumsi jangka panjang. Sampai  saat  ini  pembahasan  tentang  teori  konsumsi  bervariasi,  namun kesemuanya berdasarkan pada tiga pendekatan, yaitu:
1.         The Relative income hypothesis (James Duessenberry)
2.         The Permanent income hypothesis (Milton Friedman)
3.         The Life cycle hypothesis (Albert Ando, Richard Brumberg and Franco Modigliani.

DAFTAR PUSTAKA
Dumairy. 2004. Perekonomian Indonesia. Cetakan kelima. Jakarta : Penerbit
         Erlangga.
Mankiw, N. Gregory. 2007. Macroeconomics. Ed. 6. New York : Worth Publisher
Sadono Sukirno. 2003. Makroekonomi Teori Pengantar. Jakarta : Rajawali Press.
Samuelson, Paul A. and William. 2001. Macroeconomics. New York : McGraw-Hill.

0 komentar:

Posting Komentar