PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Permasalahan
Konsumsi, tabungan, dan investasi mempunyai
peranan sentral dalam mengukur performa perekonomian suatu negara. Keputusan
untuk melakukan konsumsi bergantung kepada pendapatan yang diterimanya. Selain
itu keputusan untuk menabung atau menginvestasikan sebagian dari pendapatan
yang diterima juga akan mempengaruhi tingkat konsumsi seseorang.
Negara-negara yang menabung dan
menginvestasikan sebagian besar dari pendapatan mereka cenderung memiliki
pertumbuhan output dan upah yang cepat, seperti Amerika Serikat di abad ke 19
dan Jepang di abad ke 20. Sebaliknya negara-negara yang mengkonsumsi sebagian
besar dari pendapatan mereka, menunjukan angka pertumbuhan yang rendah dalam
produktivitas dan upah. Seperti banyak negara miskin di Afrika dan Amerika
Latin. Konsumsi yang tinggi relatif terhadap pendapatan berarti investasi yang rendah
dan pertumbuhan yang lambat.
Interaksi antara pengeluaran dan
pendapatan memainkan peran yang amat berbeda selama ekspansi dan kontraksi
siklus bisnis. Ketika kondisi-kondisi ekonomi memberikan kenaikan terhadap
konsumsi yang berkembang dengan cepat, akan meningkatkan total pengeluaran dan
permintaan agregat, menaikan output dan lapangan kerja dalam jangka pendek.
Seperti yang di alami oleh Amerika Serikat di tahun 1990an dengan ledakan
ekonominya akibat pertumbuhan yang cepat pada pengeluaran konsumen. Ketika
konsumsi menurun karena berbagai sebab seperti pajak yang ditingkatkan atau
keengganan masyarakat untuk menkonsumsi barang, akan cenderung mengurangi total
pengeluaran dan bisa menyebabkan resesi . Hal tersebut pernah di alami Jepang
di tahun 1990an.
Selama ini konsumsi merupakan komponen
tunggal terbesar dari GDP . Konsumsi dapat dikategorikan ke dalam tiga kategori
barang yang tahan lama, tidak tahan lama, dan jasa. Selain itu pola pengeluaran
tiap orang berbeda-beda . Keluarga yang miskin harus membelanjakan pendapatan
mereka terutama pada kebutuhan hidup seperti makanan dan tempat tinggal. Ketika
pendapatan meningkat, mereka akan membeli lebih banyak makanan dari sebelumnya.
Namun, pada titik tertentu, kenaikan pendapatan akan membuat mereka tidak
menambah konsumsi makanan namun akan menggunakan tambahan uangnya untuk
kebutuhan lain seperti rekreasi dan membeli kendaraan. Selain untuk konsumsi,
kenaikan pendapatan juga dapat membuat seseorang untuk meninkatkan tabungannya
atau melakukan investasi.
Banyak alasan yang menyebabkan analisis
makro ekonomi perlu memperhatikan tentang konsumsi rumah tangga secara
mendalam. Alasan pertama, konsumsi rumah tangga memberikan pemasukan kepada
pendapatan nasional. Di kebanyakaan negara pengeluaran konsumsi sekitar 60-75
persen dari pendapatan nasional. Alasan yang kedua, konsumsi rumah
tangga mempunyai dampak dalam menentukan fluktuasi kegiataan ekonomi dari satu
waktu ke waktu lainnya. Konsumsi seseorang berbanding lurus dengan
pendapatannya. (Sukirno, 2003 : 338). Semakin besar pendapatan seseorang maka
akan semakin besar pula pengeluaran konsumsi. Perbandingan besarnya pengeluaran
konsumsi terhadap tambahan pendapatan adalah hasrat marjinal untuk
berkonsumsi (Marginal Propensity to Consume, MPC).
Sedangkan besarnya tambahan pendapatan
dinamakan hasrat marjinal untuk menabung (Marginal to Save, MPS). Pada
pengeluaran konsumsi rumah tangga terdapat konsumsi minimum bagi rumah tangga
tersebut, yaitu besarnya pengeluaran konsumsi yang harus dilakukan, walaupun
tidak ada pendapatan. Pengeluaran konsumsi rumah tangga ini disebut pengeluaran
konsumsi otonom (autonomous consumtion).
Suatu teori ekonomi yang dikemukakan
oleh John Maynard Keynes, seorang ekonom Inggris yang hidup antara tahun 1883
sampai 1946. Beliau dikenal sebagai orang pertama yang mampu menjelaskan secara
sederhana penyebab dari Great Depression. Teori ekonominya berdasarkan atas
hipotesis siklus arus uang, yang mengacu pada ide bahwa peningkatan belanja
(konsumsi) dalam suatu perekonomian, akan meningkatkan pendapatan yang kemudian
akan mendorong lebih meningkatnya lagi belanja dan pendapatan. Teori Keynes ini
menelurkan banyak intervensi kebijakan ekonomi pada era terjadinya Great
Depression.
Pada Teori Keynes, konsumsi yang
dilakukan oleh satu orang dalam perekonomian akan menjadi pendapatan untuk
orang lain pada perekonomian yang sama. Sehingga apabila seorang membelanjakan
uangnya, ia membantu meningkatkan pendapatan orang lain. Siklus ini terus
berlanjut dan membuat perekonomian dapat berjalan secara normal. Ketika Great
Depression melanda, masyarakat secara alami bereaksi dengan menahan belanja dan
cenderung menimbun uangnya. Hal ini berdasarkan Teori Keynes akan mengakibatkan
berhentinya siklus perputaran uang dan selanjutnya membuat perekonomian lumpuh.
Teori Keynes mengecam kebijakan pemerintah yang terlalu mendorong tabungan dan
tidak mendorong konsumsi. Keynes juga mendukung pendistribusian kekayaan secara
terkendali ketika diperlukan.
Teori yang
diajukan oleh Keynes pada awalnya mengalami penolakan dari kaum klasik. Mereka
berpendapat bahwa penawaran akan menciptakan permintaannya sendiri, yang dengan
kata lain jika Anda membuat suatu produk maka percayalah itu akan memiliki
pembelinya sendiri. Sementara berbeda dengan teori konsumsi yang berpendapat bahwa:
- Setiap manusia memiliki perencanaan khusus dalam apa yang akan dikonsumsinya.
- Perencanaan konsumsi pada umumnya diubah menjadi konsep menabung.
Hal tersebut sama saja dengan
memberikan kekuasaan pada permintaan yang kemudian diikuti oleh produksi dan penawaran.
Pertumbuhan ekonomi saat ini bertumpu
pada konsumsi karena peranan sektor investasi dan ekspor mendorong pertumbuhan
ekonomi. Bertitik tolak pada latar belakang masalah yang dipaparkan sebelumnya,
maka penyusun akan meneliti dan menganalisis faktor-faktor yang dapat
mempengaruhi konsumsi masyarakat di Indonesia.
1.2 Rumusan Masalah
1.
Apakah yang
dimaksud dengan teori konsumsi keynes ?
2.
Apakah teori
konsumsi keynes dapat menjelaskan pola konsumsi sebagai penopang pertumbuhan
ekonomi Indonesia ?
1.3 Tujuan Penelitian
1.
Mengetahui
maksud dari teori konsumsi keynes.
2.
Mengetahui
seberapa jauh teori konsumsi keynes dapat menjelaskan pola konsumsi sebagai
penopang pertumbuhan ekonomi di Indonesia.
PEMBAHASAN
A. Teori
Konsumsi Keynes
Konsumsi adalah pembelanjaan atas barang-barang dan
jasa-jasa yang dilakukan oleh rumah tangga dengan tujuan untuk memenuhi
kebutuhan dari orang yang melakukan pembelanjaan tersebut. Pembelanjaan
masyarakat atas makanan, pakaian, dan barang-barang kebutuhan mereka yang lain
digolongkan pembelanjaan atau konsumsi. Barang-barang yang diproduksi untuk
digunakan oleh masyarakat untuk memenuhi kebutuhannya dinamakan barang konsumsi
(Dumairy, 2004). Perkembangan ekonomi yang terjadi
mengakibatkan bertambahnya variabel yang dapat mempengaruhi pengeluaran
konsumsi selain pendapatan nasional, inflasi, suku bunga, dan jumlah uang
beredar . Seperti kekayaan, selera, barang tahan lama,kemudahan transaksi dan
faktor sosial ekonomi seseorang.
Teori Konsumsi oleh JohnMaynard Keynes muncul setelah terjadi
great depression tahun
1929-1930. Sedangkan kelompok Klasik tidak pernah memikirkan dan
mengeluarkan teori konsumsi. Mereka hanya membahas teori produksi. Hal ini
dikarenakan kaum Klasik percaya bahwa seperti yang dikatakan JB. Say: “Supply
creates its own demand“ atau penawaran akan menciptakan permintaannya sendiri.
Bahwa berapa pun yang diproduksi oleh produsen (sektor swasta) akan mampu diserap atau dikonsumsi oleh rumah tangga.
Ekonom Klasik
percaya bahwa perekonomian
akan selalu berada
dalam keseimbangan. Apabila
terjadi kelebihan produksi
(over production), maka harga
barang akan turun dan kelebihan produksi pun akan hilang. Hal inilah yang
menyebabkan sisi permintaan luput dari pengamatan kaum Klasik Namun ketika
terjadi great depression, terlihat bahwa sisi penawaran (supply side) tidak
mampu mengatasi sisi permintaan (demand side), karena kedua sisi baik
sisi penawaran maupun sisi
permintaan lumpuh (tidak berfungsi).
Pengusaha
mengalami kebangkrutan karena kelebihan
produksi menyebabkan terjadinya pengangguran yang besar-besaran,
sedangkan dari sisi permintaan, masyarakat tidak memiliki daya beli karena
tidak memiliki pendapatan. Hal inilah yang menurut John
Maynard Keynes, akibat tidak diperhatikannya sisi demand. Pasar
tidak mungkin dapat menciptakan keseimbangan secara otomatis. Kegagalan pasar
(market failure) pasti akan terjadi. Oleh karena itulah
perlu adanya campur tangan pihak lain yaitu pemerintah.
Fungsi konsumsi menunjukkan hubungan antara tingkat
pengeluaran konsumsi dengan tingkat pendapatan. Konsep ini diperkenalkan oleh
Keynes, didasarkan hipotesis bahwa ada hubungan empiris yang stabil antara
konsumsi dan pendapatan. Fungsi konsumsi dapat dilihat di bawah ini :
C
= a +bY
Keterangan : C =
konsumsi seluruh rumah tangga (agregat)
a =
konsumsi otonom, yaitu besarnya konsumsi ketika pendapatan nol (merupakan
konstanta)
b = marginal
propensity to consume (MPC)
Y = pendapatan disposable
Dalam hal ini, pendapatan (Y) yang dimaksud oleh Keynes
adalah :
1.
Pendapatan
riil/nyata (yang menggunakan tingkat harga konstan), bukan pendapatan nominal
2.
Pendapatan
yang terjadi (current income), bukan pendapatan yang diperoleh
sebelumnya, dan bukan pula pendapatan yang diperkirakan terjadi di masa datang
(yang diharapkan)
3.
Pendapatan
absolut, bukan pendapatan relatif atau pendapatan permanen.
Sedangkan b adalah marginal
propensity to consume (MPC) atau kecenderungan mengonsumsi marginal,
yaitu berapa konsumsi bertambah bila pendapatan bertambah. Dalam kurva
konsumsi, MPC menunjukkan kemiringan/kecondongan (slope) kurva konsumsi. Pada titik manapun pada
garis 45° , konsumsi sama persis dengan pendapatan dan tabungan sama dengan
nol. Ketika fungsi konsumsi terletak di atas garis 45°, maka tabungan akan
bernilai positif.
Ilmu makroekonomi
modern menganggap penting respon konsumsi terhadap perubahan dalam pendapatan.
Konsep ini disebut the marginal
prosperity to consume (Kecenderungan marjinal untuk mengkonsumsi). MPC
adalah jumlah ekstra yang dikonsumsi seseorang ketika mereka menerima uang
tambahan dari pendapatan setelah pajak.
Kecenderungan marjinal
untuk mengkonsumsi diiringi oleh bayangan cerminnya yaitu the marginal
prosperity to saving (Kecenderungan marjinal untuk menabung). MPC dan MPS
saling berkaitan. Karena pendapatan setelah pajak sama dengan konsumsi ditambah
tabungan. Hal tersebut mengimplikasikan bahwa setiap tambahan pendapatan
setelah dikenakan pajak harus dibagi antara tambahan untuk konsumsi dan
menabung. Misalnya MPC sebesar 0,7 maka MPS harus sebesar 0,3 (MPS = 1- MPC ).
MPC dan MPS harus selalu berjumlah persis.
Keynes menyatakan bahwa rasio
konsumsi terhadap pendapatan, yang disebut kecenderungan mengkonsumsi rata-rata
(avarage prospensity to consume), turun ketika pendapatan naik. Ia percaya
bahwa tabungan adalah kemewahan, sehingga ia berharap orang kaya menabung dalam
proporsi yang lebih tinggi dari pendapatan mereka ketimbang si miskin.
Pada kondisi
negara yang MPC-nya rendah, maka akan menyebabkan selisih antara produksi
nasional (dengan asumsi full employment) dengan tingkat konsumsi (penggunaan
produk) menjadi semakin besar. Agar mencapai penggunaan tenaga kerja penuh,
para pengusaha perlu melakukan investasi sebesar selisih antara tingkat
konsumsi dan produksi tersebut. Jika besarnya investasi tidak mencapai jumlah
tersebut, maka akan terjadi pengangguran. Karena kondisi tersebut dalam kondisi
nyata tidak selalu tercapai, maka pengangguran akan selalu ada.
B. Konsumsi
di Indonesia
Untuk mengetahui kecenderungan mengkonsumsi di Indonesia
akan digunakan teori dari John Maynard
Keynes. Data pendapatan nasional (GDP), Konsumsi dan Tabungan dari tahun 1993 –
2010 akan digunakan untuk menemukan APC, MPC dan BEP Indonesia. Berikut ini
adalah data yang diperoleh dari website Asian Development Bank (ADB).
Tabel 1. Pendapatan Nasional, Konsumsi dan Tabungan
Indonesia (Dalam Triliun)
Year
|
Y
|
C
|
S/I
|
1993
|
329.8
|
193.0
|
95.6
|
1994
|
382.2
|
228.1
|
114.2
|
1995
|
454.5
|
279.9
|
127.9
|
1996
|
532.6
|
332.1
|
148.1
|
1997
|
627.7
|
387.2
|
181.3
|
1998
|
955.8
|
647.8
|
211.0
|
1999
|
1099.7
|
813.2
|
142.4
|
2000
|
1389.8
|
856.8
|
361.2
|
2001
|
1646.3
|
1039.7
|
441.8
|
2002
|
1821.8
|
1232.0
|
419.3
|
2003
|
2013.7
|
1372.1
|
416.5
|
2004
|
2295.8
|
1532.9
|
476.7
|
2005
|
2774.3
|
1785.6
|
675.2
|
2006
|
3339.2
|
2092.7
|
860.8
|
2007
|
3950.9
|
2510.5
|
994.8
|
2008
|
4948.7
|
3000.0
|
1408.0
|
2009
|
5603.9
|
3290.8
|
1629.7
|
2010
|
6422.9
|
3642.0
|
2062.9
|
Sumber :
ADB
Dapat dilihat bahwa konsumsi
mempunyai persentase terbesar dalam pendapatan nasional. Namun, mulai tahun
2008 persentase itu mengecil karena sudah melalui BEP. Yaitu pendapapatan
berada diatas garis 45° (Y=C).
Berikut
adalah perhitungan APC, MPC, MPS, Fungsi Konsumsi dan BEP Indonesia :
APC Indonesia tahun 2009-2010 :
3642 / 5603,9 = 0,58
MPC Indonesia 2009-2010 :
ΔC
= 3642 – 3290,8 / ΔY = 6422,9 – 5603,9
= 351,2 / 819
= 0,43
MPS Indonesia 2009 – 2010 :
ΔS
= 2062,9 – 1629,7 / ΔY = 6422,9 – 5603,9
= 433,2 / 819
= 0,52
Autonomous Consumption :
a = (0,58
– 0,43) 5603,9
= Rp 840,585 Triliun
Fungsi Konsumsi Indonesia :
Y= 840,585
Triliun + 0,43Y
Break Event Point (BEP) :
Y – C = 0
Y – 0,43Y –
840,585 Triliun = 0
0,57Y =
840,585 Triliun
Y = 1.474,71
Triliun
Dengan BEP sebesar 1.474,71 Triliun
, berarti pada tahun 2010 ketika pendapatan nasional sebesar BEP tersebut penduduk
Indonesia lebih memilih untuk menggunakan tambahan pendapatan nya untuk
meningkatkan tabungan bukan menambah konsumsinya. Sesuai dengan teori Keynes
yang menyatakan pada tingkat pendapatan tertentu kenaikan pendapatan tidak akan
meningkatkan konsumsi namun akan meningkatkan tabungan. Indonesia memiliki kecenderungan penurunan dalam presentase
konsumsi terhadap pendapatan nasional. Sebaliknya kecenderungan untuk menabung
meningkat. Kecenderungan ini mulai terjadi
sejak krisis ekonomi di tahun 1998.
C. Teori
Konsumsi Lain untuk Melengkapi Teori Keynes
Apabila
Keynes hanya mengeluarkan fungsi konsumsi jangka pendek saja, maka ekonom lainnya yakni Simon Kuznets menemukan fungsi
konsumsi jangka panjang. Simon Kuznets (peraih nobel di bidang ekonomi tahun 1971) melakukan penelitian yang hampir
sama dengan Keynes, namun datanya lebih panjang yaitu dari tahun 1869-1929.
Menurut Kuznets, tidak ada perubahan yang signifikan terhadap proporsi
tabungan terhadap pendapatan ketika
pendapatan semakin meningkat,
sehingga dalam jangka panjang, fungsi
konsumsi berbentuk stabil. Dalam jangka panjang fungsi konsumsi
cenderung mendekati titik origin.
Sampai
saat ini pembahasan
tentang teori konsumsi
bervariasi, namun kesemuanya
berdasarkan pada tiga pendekatan, yaitu:
1. The Relative income hypothesis (James
Duessenberry)
2. The Permanent income hypothesis (Milton
Friedman)
3. The Life cycle hypothesis (Albert Ando,
Richard Brumberg and Franco Modigliani).
Hipotesis pendapatan relatif yang
dikemukakan oleh James Dusenberry menyatakan bahwa pengeluaran konsumsi suatu
masyarakat ditentukan terutama oleh tingginya pendapatan tertinggi yang pernah
dicapainya. Pendapatan berkurang, konsumen tidak akan banyak mengurangi
pengeluaran untuk konsumsi. Untuk mempertahankan tingkat konsumsi yang tinggi,
terpaksa mengurangi besarnya saving. Apabila pendapatan bertambah maka konsumsi
mereka juga akan betambah, tetapi bertambahnya tidak terlalu besar.
Sedangkan saving akan bertambah besar dengan pesatnya.
Kenyataan ini terus kita jumpai sampai
tingkat pendapatan tertinggi yang telah kita capai tercapai kembali. Sesudah
puncak dari pendapatan sebelumnya telah dilalui, maka tambahan pendapatan akan
banyak menyebabkan bertambahnya pengeluaran untuk konsumsi, sedangkan di lain
pihak bertambahnya saving tidak begitu cepat.
Teori dengan hipotesis pendapatan
permanen dikemukakan oleh M Friedman. Menurut teori ini pendapatan masyarakat
dapat digolongkan menjadi 2 yaitu pendapatan permanen (permanent income)
dan pendapatan sementara (transitory income). Pengertian dari pendapatan
permanen adalah pendapatan yang selalu diterima pada setiap periode tertentu dan
dapat diperkirakan sebelumnya. Sedangkan pengertian pendapatan sementara adalah
pendapatan yang tidak bisa diperkirakan sebelumnya.
Friedman menganggap pula bahwa tidak ada
hubungan antara pendapatan sementara dengan pendapatan permanen, juga antara
konsumsi sementara dengan konsumsi permanen, maupun konsumsi sementara dengan
pendapatan sementara. Sehingga MPC dari pendapatan sementara sama dengan nol
yang berarti bila konsumen menerima pendapatan sementara yang positif maka
tidak akan mempengaruhi konsumsi. Demikian pula bila konsumen menerima
pendapatan sementara yang negatif maka tidak akan mengurangi konsumsi.
Teori dengan hipotesis siklus hidup
dikemukaan oleh Franco Modigliani. Franco Modigliani menerangkan bahwa pola
pengeluaran konsumsi masyarakat mendasarkan kepada kenyataan bahwa pola
penerimaan dan pola pengeluaran konsumsi seseorang pada umumnya dipengaruhi
oleh masa dalam siklus hidupnya.
Karena orang cenderung menerima
penghasilan / pendapatan yang rendah pada usia muda, tinggi pada usia menengah
dan rendah pada usia tua, maka rasio tabungan akan berfluktuasi sejalan dengan
perkembangan umur mereka yaitu orang muda akan mempunyai tabungan negatif (dissaving),
orang berumur menengah menabung dan membayar kembali pinjaman pada masa muda
mereka, dan orang usia tua akan mengambil tabungan yang dibuatnya di masa usia
menengah.
Selanjutnya Modigliani menganggap
penting peranan kekayaan (assets) sebagai penentu tingkah laku konsumsi.
Konsumsi akan meningkat apabila terjadi kenaikan nilai kekayaan. Sesungguhnya
dalam kenyataan orang menumpuk kekayaan sepanjang hidup mereka, dan tidak hanya
orang yang sudah pension saja. Apabila terjadi kenaikan dalam nilai kekayaan,
maka konsumsi akan meningkat atau dapat dipertahankan lebih lama. Akhirnya
hipotesis siklus kehidupan ini akan berarti menekan hasrat konsumsi,
menekan koefisien pengganda, dan melindungi perekonomian dari
perubahan-perubahan yang tidak diharapkan, seperti perubahan dalam investasi,
ekspor, maupun pengeluaran-pengeluaran lain.
PENUTUP
1.1 Kesimpulan
Teori
Konsumsi adalah teori yang mempelajari bagaimana manusia /
konsumen itu memuaskan kebutuhannya dengan pembelian / penggunaan barang dan
jasa. Sedangkan pelaku konsumen adalah bagaimana ia memutuskan berapa jumlah
barang dan jasa yang akan dibeli dalam berbagai situasi.
Teori
Konsumsi oleh John Maynard Keynes muncul
setelah terjadi great
depression tahun 1929-1930. Keynes menyatakan bahwa rasio konsumsi terhadap pendapatan,
yang disebut kecenderungan mengkonsumsi rata-rata (avarage prospensity to
consume), turun ketika pendapatan naik. Ia percaya bahwa tabungan adalah
kemewahan, sehingga ia berharap orang kaya menabung dalam proporsi yang lebih
tinggi dari pendapatan mereka ketimbang si miskin.
Fungsi konsumsi menunjukkan hubungan antara tingkat
pengeluaran konsumsi dengan tingkat pendapatan. Konsep ini diperkenalkan oleh
Keynes, didasarkan hipotesis bahwa ada hubungan empiris yang stabil antara
konsumsi dan pendapatan. Fungsi konsumsi nya adalah C = a +bY .
Ilmu makroekonomi
modern menganggap penting respon konsumsi terhadap perubahan dalam pendapatan.
Konsep ini disebut the marginal
prosperity to consume (Kecenderungan marjinal untuk mengkonsumsi). MPC
adalah jumlah ekstra yang dikonsumsi seseorang ketika mereka menerima uang
tambahan dari pendapatan setelah pajak.
Dengan BEP sebesar 1.474,71 Triliun , berarti pada tahun
2010 ketika pendapatan nasional sebesar BEP tersebut penduduk Indonesia lebih
memilih untuk menggunakan tambahan pendapatan nya untuk meningkatkan tabungan bukan
menambah konsumsinya. Sesuai dengan teori Keynes yang menyatakan pada tingkat
pendapatan tertentu kenaikan pendapatan tidak akan meningkatkan konsumsi namun
akan meningkatkan tabungan. Indonesia memiliki kecenderungan penurunan dalam
presentase konsumsi terhadap pendapatan nasional . Sebaliknya kecenderungan
untuk menabung meningkat.
Fungsi konsumsi
Keynes adalah fungsi konsumsi jangka pendek. Keynes
tidak mengeluarkan fungsi konsumsi jangka panjang karena menurut Keynes ” in
the long run we’re all dead.” , bahwa di dalam jangka panjang, kita semua akan
mati, sehingga jangka panjang tidak perlu diprediksi.
Apabila
Keynes hanya mengeluarkan fungsi konsumsi jangka pendek saja, maka ekonom lainnya yakni Simon Kuznets menemukan fungsi
konsumsi jangka panjang. Sampai
saat ini pembahasan
tentang teori konsumsi
bervariasi, namun kesemuanya
berdasarkan pada tiga pendekatan, yaitu:
1. The Relative income hypothesis (James
Duessenberry)
2. The Permanent income hypothesis (Milton
Friedman)
3. The Life cycle hypothesis (Albert Ando,
Richard Brumberg and Franco Modigliani.
DAFTAR PUSTAKA
Dumairy. 2004. Perekonomian Indonesia. Cetakan kelima. Jakarta : Penerbit
Erlangga.
Mankiw, N. Gregory. 2007. Macroeconomics. Ed. 6. New York : Worth Publisher
Sadono Sukirno. 2003. Makroekonomi Teori Pengantar. Jakarta : Rajawali Press.
Samuelson, Paul A. and William.
2001. Macroeconomics. New York :
McGraw-Hill.
0 komentar:
Posting Komentar