A. Teori Konsumsi dengan Hipotesis Pendapatan Absolut (Absolute Income Hypothesis)
- Hubungan Pendapatan Disposible dan Konsumsi
Keynes menjelaskan bahwa konsumsi saat ini (current consumption) sangat dipengaruhi oleh pendapatan disposabel (current disposable income).
Menurut Keynes, ada batas konsumsi minimal yang tidak tergantung
tingkat pendapatan. Artinya, tingkat konsumsi tersebut harus dipenuhi,
walaupun tingkat pendapatan sama dengan nol. Itulah yang disebut dengan
konsumsi otonomus (autonomus consumption). Jika pendapatan
disposable meningkat, maka konsumsi juga akan meningkat. Hanya saja
peningkatan konsumsi tersebut tidak sebesar peningkatan pendapatan
disposable.[1]
C = C0 + bYd
di mana:
C = konsumsi
C0 = konsumsi otonomus
b = marginal propensity to consume (MPC)
Yd = pendapatan disposibel
Perhatikan Tabel 1.1 berikut ini.
Tabel 1.1
Hubungan Antara Pendapatan Disposabel dan Konsumsi[2]
Pendapatan Disposabel
|
Konsumsi
|
ΔPendapatan
Disposabel
|
ΔKonsumsi
|
0
|
200
|
-
|
-
|
1.000
|
1.000
|
1.000
|
800
|
2.000
|
1.800
|
1.000
|
800
|
3.000
|
2.800
|
1.000
|
800
|
4.000
|
3.400
|
1.000
|
800
|
5.000
|
4.200
|
1.000
|
800
|
Pada saat tingkat pendapatan disposabel sama dengan nol, maka tingkat konsumsi adalah 200. Ini artinya konsumsi minimal sama dengan 200. Saat pendapatan disposabel meningkat menjadi 1000, 2000, 3000, dst, konsumsi juga menjadi 1.000, 1.800, 2.600, dst. Kenaikan konsumsi disebabkan setiap 1.000 unit kenaikan disposabel, sebanyak 800 digunakan untuk tambahan konsumsi. Terlihat bahwa tambahan konsumsi tidak sebesar tambahan pendapatan disposabel. Tingkat pendapatan 1.000 merupakan tingkat pendapatan minimal agar rumah tangga mampu membiayai seluruh konsumsinya, tanpa harus mengorek tabungan.
2. Kecenderungan Mengonsumsi Marjinal (Marginal Propensity to Consume)
MPC adalah rasio antara suatu pertambahan kecil (marginal) dalam pengeluaran untuk konsumsi, dan suatu perubahan kecil dalam pendapatan.
MPC = ∆C/∆Y 0 ≤ MPC ≤ 1
Diagram yang dibuat
berdasarkan tabel 1.1 menunjukkan grafik konsumsi yang berbentuk garis
lurus. Kurva konsumsi yang sudut kemiringannya lebih kecil daripada
sudut 45o menunjukkan bahwa MPC tidak mungkin lebih besar
dari satu. Hal itu dibuktikan bahwa ketika pendapatan disposabel
meningkat 1.000 unit, konsumsi hanya meningkat 800 unit, atau angka MPC
sama dengan 0,8.
3. Kecenderungan Mengonsumsi Rata-rata (Average Propensity to Consume)
APC adalah rasio antara konsumsi total dengan pendapatan disposabel total.
APC = C/Y APC < 1
Tabel 1.2
Hubungan Antara Pendapatan Disposabel dan Konsumsi MPC dan APC[3]
Pendapatan Disposabel
|
Konsumsi
|
ΔPendapatan Disposabel
|
ΔKonsumsi
|
MPC
|
APC
|
0
|
200
| ||||
1.000
|
1.000
|
1.000
|
800
|
0,80
|
1,00
|
2.000
|
1.800
|
1.000
|
800
|
0,80
|
0,90
|
3.000
|
2.600
|
1.000
|
800
|
0,80
|
0,87
|
4.000
|
3.400
|
1.000
|
800
|
0,80
|
0,85
|
5.000
|
4.200
|
1.000
|
800
|
0,80
|
0,84
|
4. Hubungan Konsumsi dan Tabungan
Pendapatan disposabel yang diterima rumah tangga sebagian besar digunakan untuk konsumsi, sedangkan sisanya ditabung.
Yd = C + S
Yd = (C0 + bYd) + S
S = -C0 + (1 – b) Y
di mana:
C0 = konsumsi rumah tangga secara nasional pada saat pendapatan nasional sama dengan nol.
B = kecondongan konsumsi marjinal (MPC)
C = Tingkat konsumsi
S = Tingkat tabungan
Y = Tingkat pendapatan nasional
Setiap tambahan
penghasilan disposabel akan dialokasikan untuk menambah konsumsi dan
tabungan. Besarnya tambahan pendapatan disposabel yang menjadi tambahan
tabungan disebut kecenderungan menabung marjinal (Marginal Propensity to
Save; MPS). Sedangkan rasio antara tingkat tabungan dengan pendapatan
disposabel disebut kecenderungan menabung rata-rata (Average Propensity to Save;APS).
5. MPC dan MPS
ΔYd = ΔC + ΔS
Jika dibagi dengan ΔYd, maka:
∆Y/∆Y = ∆C/∆Y + ∆S/∆Y
1 = MPC + MPS
Atau, MPS = 1 – MPC
Dari persamaan di atas
dapat disimpulkan bahwa nilai MPC ditambah MPS sama dengan satu. Nilai
total APC ditambah APS juga sama dengan satu. Dapat dibuktikan dengan
menggunakan persamaan matematika sederhana di bawah ini.
Yd = C + S
Y/Y = C/Y + S/Y
1 = APC + APS
Tabel 1.3
Hubungan Antara MPC dan MPS, APC, dan APS[4]
Pendapatan Disposabel
|
Konsumsi
|
Tabungan
|
ΔPendapatan Disposabel
|
ΔKonsumsi
|
ΔTabungan
|
MPC
|
MPS
|
APC
|
APS
|
0
|
200
|
-200
| |||||||
1.000
|
1.000
|
0
|
1.000
|
800
|
0,8
|
1,00
|
0
| ||
2.000
|
1.800
|
200
|
1.000
|
800
|
200
|
0,8
|
0,2
|
0,90
|
0,10
|
3.000
|
2.600
|
400
|
1.000
|
800
|
200
|
0,8
|
0,2
|
0,87
|
0,13
|
4.000
|
3.400
|
600
|
1.000
|
800
|
200
|
0,8
|
0,2
|
0,85
|
0,15
|
5.000
|
4.200
|
800
|
1.000
|
800
|
200
|
0,8
|
0,2
|
0,84
|
0,16
|
B. Teori Konsumsi dengan Hipotesis Siklus Hidup (Life Cycle Hypothesis)
Model konsumsi siklus
hidup lebih menekankan pada variabel sosial ekonomi, di mana yang lebih
menjadi perhatian adalah variabel usia (umur). Model ini dikembangkan
oleh Franco Modigliani, Albert Ando, Richard Brumberg. Di dalam teorinya
dijelaskan bahwa pengeluaran konsumsi seseorang sangat tergantung dari
perjalanan umur seseorang.
Model siklus hidup ini membagi perjalanan manusia ke dalam 3 periode:[5]
1. Periode
belum produktif (0 tahun sampai dengan usia kerja). Dalam tahap ini
dikatakan oleh ABM bahwa seseorang melakukan konsumsi dalam kondisi “Dissaving”, kenapa demikian karena seseorang melakukan konsumsi sangat tergantung pada orang lain.
2. Periode produktif (dari usia kerja sampai dengan usia di mana orang tersebut sudah menjelang usia tua). Tahap ini dikatakan bahwa seseorang berkonsumsi dalam kondisi “Saving”, kenapa dikatakan demikian, karena seseorang pada tahap ini pengeluaran konsumsinya sudah tidak tergantung pada orang lain.
2. Periode produktif (dari usia kerja sampai dengan usia di mana orang tersebut sudah menjelang usia tua). Tahap ini dikatakan bahwa seseorang berkonsumsi dalam kondisi “Saving”, kenapa dikatakan demikian, karena seseorang pada tahap ini pengeluaran konsumsinya sudah tidak tergantung pada orang lain.
3. Periode tidak produktif lagi. Tahap ini seseorang kembali berada dalam kondisi “Dissaving”,
dengan kata lain bahwa seseorang melakukan konsumsi kembali tergantung
pada orang lain. Karena dalam tahap ini seseorang tidak lagi mampu untuk
mencukupi kebutuhan hidupnya sendiri.
Formulasi model fungsi konsumsi siklus hidup sebagai berikut:
C = aW
Ada tiga faktor yang membentuk nilai W
a) Nilai sekarang penghasilan dari kekayaan yaitu berupa bunga, sewa.
b) Nilai sekarang penghasilan dari balas jasa kerja yaitu berupa upah, gaji.
c) Nilai sekarang penghasilan upah yang diharapkan diterima seumur hidup.
C. Teori Konsumsi dengan Hipotesis Pendapatan Relatif (Relative Income Hypothesis)
C. Teori Konsumsi dengan Hipotesis Pendapatan Relatif (Relative Income Hypothesis)
James Dusenberry
mengemukakan bahwa pengeluaran konsumsi suatu masyarakat ditentukan
terutama oleh tingginya pendapatan tertinggi yang pernah dicapainya.
Dalam teorinya, Dusenberry menggunakan dua asumsi yaitu:[6]
1. Selera
sebuah rumah tangga atas barang konsumsi adalah interdependen. Artinya
pengeluaran konsumsi rumah tangga dipengaruhi oleh pengeluaran yang
dilakukan oleh orang sekitarnya. Sebagai misal, seseorang yang memiliki
kemampuan pengeluaran konsumsi yang sederhana tinggal di tempat
masyarakat yang pengeluaran konsumsinya serba kecukupan, secara otomatis
ada rangsangan dari orang tersebut untuk mengikuti pola konsumsi di
masyarakat sekitarnya.
2. Pengeluaran
konsumsi adalah irreversibel. Artinya pola pengeluaran seseorang pada
saat penghasilan naik berbeda dengan pola pengeluaran pada saat
penghasilan mengalami penurunan. Sebagai misal, apabila pendapatan
seseorang mengalami kenaikan maka secara otomatis konsumsi juga
mengalami kanaikan dengan proporsi tertentu, dst bila pendapatan
mengalami penurunan, maka juga akan diikuti oleh penurunan konsumsinya.
D. Teori Konsumsi dengan Hipotesis Pendapatan Permanen (Permanent Income Hypothessis)
D. Teori Konsumsi dengan Hipotesis Pendapatan Permanen (Permanent Income Hypothessis)
Teori dengan hipotesis
pendapatan permanen dikemukakan oleh M Friedman. Menurut teori ini
pendapatan masyarakat dapat digolongkan menjadi 2 yaitu pendapatan
permanen (permanent income) dan pendapatan sementara (transitory income). Pendapatan permanen dapat diartikan:[7]
1. Pendapatan
yang selalu diterima pada setiap periode tertentu dan dapat
diperkirakan sebelumnya, misalnya pendapatan dari gaji, upah.
2. Pendapatan yang diperoleh dari semua faktor yang menentukan kekayaan seseorang (yang menciptakan kekayaan)
Kekayaan yang dimiliki seseorang dapat dikelompokkan sebagai berikut:
a. Kekayaan non manusia (non human wealth) adalah bentuk kekayaan fisik yaitu barang-barang konsumsi tahan lama (gedung, rumah, obligasi,dsb).
b. Kekayaan manusia (human wealth) adalah dalam bentuk kemampuan yang melekat pada diri manusia itu sendiri (keahlian, pendidikan, dsb).
Ada dua asumsi mengenai hubungan antara pendapatan permanen dengan pendapatan sementara:
1) Tidak
ada korelasi antara pendapatan permanen dengan pendapatan transitory,
karena pendapatan sementara merupakan faktor kebetulan saja.
2) Pendapatan sementara tidak mempengaruhi pengeluaran konsumsi
E. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Tingkat Konsumsi
E. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Tingkat Konsumsi
1. Faktor-faktor Ekonomi
a. Pendapatan rumah tangga (household income)
Pendapatan yang
meningkat tentu saja biasanya otomatis diikuti dengan peningkatan
pengeluaran konsumsi. Contoh: Seseorang yang tadinya makan sehari dua
kali, bisa menjadi tiga kali ketika dapat tunjangan tambahan dari
pabrik.
b. Kekayaan rumah tangga (household wealth)
Orang kaya yang punya
banyak aset riil biasanya memiliki pengeluaran konsumsi yang besar.
Contoh: Seseorang yang memiliki banyak rumah kontrakan dan rumah kost
biasanya akan memiliki banyak uang tanpa harus banyak bekerja. Dengan
demikian orang tersebut dapat membeli banyak barang dan jasa karea
memiliki banyak pemasukan dari hartanya.
c. Jumlah barang-barang konsumsi tahan lama dalam masyarakat
Pengaruh terhadap
tingkat konsumsi bisa bersifat positif (menambah) dan negatif
(mengurangi). Apabila, misalnya, makin banyak jumlah pesawat televisi
terdapat di masyarakat, maka akan mengurangi orang menonton bioskop.
Namun bila semakin banyak tersedia kendaraan mobil dan sepeda motor,
maka akan semakin banyak pengeluaran yang membeli bensin, perbaikan,
dsb.
d. Tingkat bunga (interest rate)
Bunga bank yang tinggi
akan mengurangi tingkat konsumsi yang tinggi karena orang lebih
tertarik menabung di bank dengan bunga tetap tabungan atau deposito yang
tinggi dibanding dengan membelanjakan banyak uang.
e. Perkiraan tentang masa depan (household expectation about the future)
Orang yang was-was
tentang nasibnya di masa yang akan datang akan menekan konsumsi.
Biasanya seperti orang yang mau pensiun, mempunyai anak yang membutuhkan
biaya sekolah, ada yang sakit butuh banyak biaya perobatan, dan lain
sebagainya.
f. Kebijakan pemerintah mengurangi ketimpangan distribusi pendapatan.
Keinginan pemerintah
untuk mengurangi ketimpangan dalam distribusi pendapatan akan
menyebabkan bertambahnya pengeluaran konsumsi masyarakat secara
keseluruhan.
2. Faktor-faktor Demografi (kependudukan)
a. Jumlah penduduk
Jika jumlah penduduk
suatu daerah sedikit, maka biasanya konsumsinya sedikit. Dan sebaliknya,
jika penduduknya banyak maka konsumsinya banyak pula.
b. Komposisi penduduk
Komposisi penduduk
suatu negara dapat dilihat dari beberapa klasifikasi, di antaranya:
usia, pendidikan, dan wilayah tinggal. Pengaruh komposisi penduduk
terhadap tingkat konsumsi dijabarkan sederhan seperti di bawah ini.[8]
1) Makin
banyak penduduk yang berusia produktif, makin besar tingkat konsumsi,
terutama bila sebagian besar dari mereka mendapat kesempatan kerja yang
tinggi, dengan upah yang wajar.
2) Makin tinggi tingkat pendidikan masyarakat, tingkat konsumsinya juga makin tinggi.
3) Makin banyak penduduk yang tinggal di wilayah perkotaan (urban), pengeluaran konsumsi juga makin tinggi.
2) Makin tinggi tingkat pendidikan masyarakat, tingkat konsumsinya juga makin tinggi.
3) Makin banyak penduduk yang tinggal di wilayah perkotaan (urban), pengeluaran konsumsi juga makin tinggi.
3. Faktor-faktor Non-Ekonomi
a. Kebiasaan Adat Sosial Budaya
Suatu kebiasaan di
suatu wilayah dapat mempengaruhi tingkat konsumsi seseorang. Di daerah
yang memegang teguh adat istiadat untuk hidup, sederhana biasanya akan
memiliki tingkat konsumsi yang kecil.
b. Gaya Hidup Seseorang
Seseorang yang
berpenghasilan rendah dapat memiliki tingkat pengeluaran yang tinggi
jika orang itu menyukai gaya hidup yang mewah dan gemar berhutang baik
kepada orang lain maupun dengan kartu kredit.
DAFTAR PUSTAKA
Puspitawati, Endang. Ekonomi. Klaten: Viva Pakarindo. 2006.
Rahardja, Prathama. Pengantar Ilmu Ekonomi. Jakarta: Lembaga Penerbit Fakultas UI. 2008.
Ritonga, M.T., dkk. Ekonomi dan Akuntansi untuk SMA jilid 1. Jakarta: PT. Phibeta Aneka Gama. 2007.
Waluyo, Dwi Eko. Ekonomika Makro. Malang: UMM PRESS. 2007.
Winardi. Pengantar Ilmu Ekonomi. Bandung: Tarsito. 1995.
http://wardayadi.wordpress.com/materi-ajar/kelas-x/konsumsi-dan-tabungan-dan-investasi/ tentang Pembelajaran Ekonomi.
http://unnesdiskusi.blogspot.com/2007/08/teori-konsumsi.html tentang Teori Konsumsi.
http://organisasi.org/faktor-yang-mempengaruhi-tingkat-konsumsi-pengeluaran-rumah-tangga-pendidikan-ekonomi-dasar tentang Faktor yang mempengaruhi tingkat konsumsi.
[1] Rahardja, Prathama, Pengantar Ilmu Ekonomi, Lembaga Penerbit Fakultas Ekonomi, 2008:258.
[2] Ibid., hlm. 259.
[3] Ibid., hlm. 262.
[4] Ibid, hlm. 264.
[5] Waluyo, Dwi Eko. Ekonomika Makro. UMM PRESS. Malang. 2007:67.
[6] Ibid. hlm., 71-72.
[7] Ibid. hlm., 74-75.
[8] Rahardja, Prathama, Pengantar Ilmu Ekonomi, Lembaga Penerbit Fakultas Ekonomi, 2008:267-268.
File:
PDF1
File:
PDF1
0 komentar:
Posting Komentar