Jumat, 13 November 2015

TEORI KONSUMSI

A. Teori Konsumsi dengan Hipotesis Pendapatan Absolut (Absolute Income Hypothesis)
Terkenal dengan Absolute Income Hypothesis (Teori pendapatan absolut). Keynes menyatakan tentang hubungan pengeluaran konsumsi dengan pendapatan nasional yang diukur berdasarkan harga konstan.
  1. Hubungan Pendapatan Disposible dan Konsumsi
Keynes menjelaskan bahwa konsumsi saat ini (current consumption) sangat dipengaruhi oleh pendapatan disposabel (current disposable income). Menurut Keynes, ada batas konsumsi minimal yang tidak tergantung tingkat pendapatan. Artinya, tingkat konsumsi tersebut harus dipenuhi, walaupun tingkat pendapatan sama dengan nol. Itulah yang disebut dengan konsumsi otonomus (autonomus consumption). Jika pendapatan disposable meningkat, maka konsumsi juga akan meningkat. Hanya saja peningkatan konsumsi tersebut tidak sebesar peningkatan pendapatan disposable.[1]
C = C0 + bYd                         
di mana:
C    =  konsumsi
C0   =  konsumsi otonomus
b    =  marginal propensity to consume (MPC)        
Y=  pendapatan disposibel
Perhatikan Tabel 1.1 berikut ini.
Tabel 1.1
Hubungan Antara Pendapatan Disposabel dan Konsumsi[2]
Pendapatan Disposabel
Konsumsi
ΔPendapatan
Disposabel
ΔKonsumsi
0
200
-
-
1.000
1.000
1.000
800
2.000
1.800
1.000
800
3.000
2.800
1.000
800
4.000
3.400
1.000
800
5.000
4.200
1.000
800

Pada saat tingkat pendapatan disposabel sama dengan nol, maka tingkat konsumsi adalah 200. Ini artinya konsumsi minimal sama dengan 200. Saat pendapatan disposabel meningkat menjadi 1000, 2000, 3000, dst, konsumsi juga menjadi 1.000, 1.800, 2.600, dst. Kenaikan konsumsi disebabkan setiap 1.000 unit kenaikan disposabel, sebanyak 800 digunakan untuk tambahan konsumsi. Terlihat bahwa tambahan konsumsi tidak sebesar tambahan pendapatan disposabel. Tingkat pendapatan 1.000 merupakan tingkat pendapatan minimal agar rumah tangga mampu membiayai seluruh konsumsinya, tanpa harus mengorek tabungan.

2. Kecenderungan Mengonsumsi Marjinal (Marginal Propensity to Consume)
MPC adalah rasio antara suatu pertambahan kecil (marginal) dalam pengeluaran untuk konsumsi, dan suatu perubahan kecil dalam pendapatan.
 MPC = ∆C/∆Y        0 ≤ MPC ≤ 1
Diagram yang dibuat berdasarkan tabel 1.1 menunjukkan grafik konsumsi yang berbentuk garis lurus. Kurva konsumsi yang sudut kemiringannya lebih kecil daripada sudut 45­o menunjukkan bahwa MPC tidak mungkin lebih besar dari satu. Hal itu dibuktikan bahwa ketika pendapatan disposabel meningkat 1.000 unit, konsumsi hanya meningkat 800 unit, atau angka MPC sama dengan 0,8.
3.  Kecenderungan Mengonsumsi Rata-rata (Average Propensity to Consume)
APC adalah rasio antara konsumsi total dengan pendapatan disposabel total.
APC =  C/Y                   APC < 1
Tabel 1.2
Hubungan Antara Pendapatan Disposabel dan Konsumsi MPC dan APC[3]
Pendapatan Disposabel
Konsumsi
ΔPendapatan Disposabel
ΔKonsumsi
MPC
APC
0
200
1.000
1.000
1.000
800
0,80
1,00
2.000
1.800
1.000
800
0,80
0,90
3.000
2.600
1.000
800
0,80
0,87
4.000
3.400
1.000
800
0,80
0,85
5.000
4.200
1.000
800
0,80
0,84
4.             Hubungan Konsumsi dan Tabungan
Pendapatan disposabel yang diterima rumah tangga sebagian besar digunakan untuk konsumsi, sedangkan sisanya ditabung.
Yd = C + S
Yd = (C0 + bYd) + S
 S  = -C0 + (1 – b) Y
di mana:
C0 = konsumsi rumah tangga secara nasional pada saat pendapatan nasional sama dengan nol.
B    =  kecondongan konsumsi marjinal (MPC)
 C   =  Tingkat konsumsi
 S   =  Tingkat tabungan
Y   =  Tingkat pendapatan nasional
Setiap tambahan penghasilan disposabel akan dialokasikan untuk menambah konsumsi dan tabungan. Besarnya tambahan pendapatan disposabel yang menjadi tambahan tabungan disebut kecenderungan menabung marjinal (Marginal Propensity to Save; MPS). Sedangkan rasio antara tingkat tabungan dengan pendapatan disposabel disebut kecenderungan menabung rata-rata (Average Propensity to Save;APS).
5.         MPC dan MPS
ΔYd = ΔC + ΔS
Jika dibagi dengan ΔYd, maka:
∆Y/∆Y = ∆C/∆Y + ∆S/∆Y
1 = MPC + MPS
Atau, MPS = 1 – MPC
Dari persamaan di atas dapat disimpulkan bahwa nilai MPC ditambah MPS sama dengan satu. Nilai total APC ditambah APS juga sama dengan satu. Dapat dibuktikan dengan menggunakan persamaan matematika sederhana di bawah ini.
Yd = C + S
Y/Y = C/Y + S/Y
1 = APC + APS
Tabel 1.3
Hubungan Antara MPC dan MPS, APC, dan APS[4]
Pendapatan Disposabel
Konsumsi
Tabungan
ΔPendapatan Disposabel
ΔKonsumsi
ΔTabungan
MPC
MPS
APC
APS
0
200
-200
1.000
1.000
0
1.000
800
0,8
1,00
0
2.000
1.800
200
1.000
800
200
0,8
0,2
0,90
0,10
3.000
2.600
400
1.000
800
200
0,8
0,2
0,87
0,13
4.000
3.400
600
1.000
800
200
0,8
0,2
0,85
0,15
5.000
4.200
800
1.000
800
200
0,8
0,2
0,84
0,16
B.                 Teori Konsumsi dengan Hipotesis Siklus Hidup (Life Cycle Hypothesis)
Model konsumsi siklus hidup lebih menekankan pada variabel sosial ekonomi, di mana yang lebih menjadi perhatian adalah variabel usia (umur). Model ini dikembangkan oleh Franco Modigliani, Albert Ando, Richard Brumberg. Di dalam teorinya dijelaskan bahwa pengeluaran konsumsi seseorang sangat tergantung dari perjalanan umur seseorang.
Model siklus hidup ini membagi perjalanan manusia ke dalam 3 periode:[5]
1.      Periode belum produktif (0 tahun sampai dengan usia kerja). Dalam tahap ini dikatakan oleh ABM bahwa seseorang melakukan konsumsi dalam kondisi “Dissaving”, kenapa demikian karena seseorang melakukan konsumsi sangat tergantung pada orang lain.
2.   Periode produktif (dari usia kerja sampai dengan usia di mana orang tersebut sudah menjelang usia tua). Tahap ini dikatakan bahwa seseorang berkonsumsi dalam kondisi “Saving”, kenapa dikatakan demikian, karena seseorang pada tahap ini pengeluaran konsumsinya sudah tidak tergantung pada orang lain.
3.   Periode tidak produktif lagi. Tahap ini seseorang kembali berada dalam kondisi “Dissaving”, dengan kata lain bahwa seseorang melakukan konsumsi kembali tergantung pada orang lain. Karena dalam tahap ini seseorang tidak lagi mampu untuk mencukupi kebutuhan hidupnya sendiri.
Formulasi model fungsi konsumsi siklus hidup sebagai berikut:
C = aW
Ada tiga faktor yang membentuk nilai W
a)    Nilai sekarang penghasilan dari kekayaan yaitu berupa bunga, sewa.
b)   Nilai sekarang penghasilan dari balas jasa kerja yaitu berupa upah, gaji.
c)    Nilai sekarang penghasilan upah yang diharapkan diterima seumur hidup.

C.                 Teori Konsumsi dengan Hipotesis Pendapatan Relatif (Relative Income Hypothesis)
James Dusenberry mengemukakan bahwa pengeluaran konsumsi suatu masyarakat ditentukan terutama oleh tingginya pendapatan tertinggi yang pernah dicapainya.
Dalam teorinya, Dusenberry menggunakan dua asumsi yaitu:[6]
1.     Selera sebuah rumah tangga atas barang konsumsi adalah interdependen. Artinya pengeluaran konsumsi rumah tangga dipengaruhi oleh pengeluaran yang dilakukan oleh orang sekitarnya. Sebagai misal, seseorang yang memiliki kemampuan pengeluaran konsumsi yang sederhana tinggal di tempat masyarakat yang pengeluaran konsumsinya serba kecukupan, secara otomatis ada rangsangan dari orang tersebut untuk mengikuti pola konsumsi di masyarakat sekitarnya.
2.  Pengeluaran konsumsi adalah irreversibel. Artinya pola pengeluaran seseorang pada saat penghasilan naik berbeda dengan pola pengeluaran pada saat penghasilan mengalami penurunan. Sebagai misal, apabila pendapatan seseorang mengalami kenaikan maka secara otomatis konsumsi juga mengalami kanaikan dengan proporsi tertentu, dst bila pendapatan mengalami penurunan, maka juga akan diikuti oleh penurunan konsumsinya.

D.     Teori Konsumsi dengan Hipotesis Pendapatan Permanen (Permanent Income Hypothessis)
Teori dengan hipotesis pendapatan permanen dikemukakan oleh M Friedman. Menurut teori ini pendapatan masyarakat dapat digolongkan menjadi 2 yaitu pendapatan permanen (permanent income) dan pendapatan sementara (transitory income). Pendapatan permanen dapat diartikan:[7]
1.  Pendapatan yang selalu diterima pada setiap periode tertentu dan dapat diperkirakan sebelumnya, misalnya pendapatan dari gaji, upah.
2.   Pendapatan yang diperoleh dari semua faktor yang menentukan kekayaan seseorang (yang menciptakan kekayaan)
Kekayaan yang dimiliki seseorang dapat dikelompokkan sebagai berikut:
a.    Kekayaan non manusia (non human wealth) adalah bentuk kekayaan fisik yaitu barang-barang konsumsi tahan lama (gedung, rumah, obligasi,dsb).
b.  Kekayaan manusia (human wealth) adalah dalam bentuk kemampuan yang melekat pada diri manusia itu sendiri (keahlian, pendidikan, dsb).
Ada dua asumsi mengenai hubungan antara pendapatan permanen dengan pendapatan sementara:
1)   Tidak ada korelasi antara pendapatan permanen dengan pendapatan transitory, karena pendapatan sementara merupakan faktor kebetulan saja.
2)   Pendapatan sementara tidak mempengaruhi pengeluaran konsumsi

E.            Faktor-faktor yang Mempengaruhi Tingkat Konsumsi
1.         Faktor-faktor Ekonomi
a.     Pendapatan rumah tangga (household income)
Pendapatan yang meningkat tentu saja biasanya otomatis diikuti dengan peningkatan pengeluaran konsumsi. Contoh: Seseorang yang tadinya makan sehari dua kali, bisa menjadi tiga kali ketika dapat tunjangan tambahan dari pabrik.
b.     Kekayaan rumah tangga (household wealth)
Orang kaya yang punya banyak aset riil biasanya memiliki pengeluaran konsumsi yang besar. Contoh: Seseorang yang memiliki banyak rumah kontrakan dan rumah kost biasanya akan memiliki banyak uang tanpa harus banyak bekerja. Dengan demikian orang tersebut dapat membeli banyak barang dan jasa karea memiliki banyak pemasukan dari hartanya.
c.      Jumlah barang-barang konsumsi tahan lama dalam masyarakat
Pengaruh terhadap tingkat konsumsi bisa bersifat positif (menambah) dan negatif (mengurangi). Apabila, misalnya, makin banyak jumlah pesawat televisi terdapat di masyarakat, maka akan mengurangi orang menonton bioskop. Namun bila semakin banyak tersedia kendaraan mobil dan sepeda motor, maka akan semakin banyak pengeluaran yang membeli bensin, perbaikan, dsb.
d.   Tingkat bunga (interest rate)
Bunga bank yang tinggi akan mengurangi tingkat konsumsi yang tinggi karena orang lebih tertarik menabung di bank dengan bunga tetap tabungan atau deposito yang tinggi dibanding dengan membelanjakan banyak uang.
e.    Perkiraan tentang masa depan (household expectation about the future)
Orang yang was-was tentang nasibnya di masa yang akan datang akan menekan konsumsi. Biasanya seperti orang yang mau pensiun, mempunyai anak yang membutuhkan biaya sekolah, ada yang sakit butuh banyak biaya perobatan, dan lain sebagainya.
f.     Kebijakan pemerintah mengurangi ketimpangan distribusi pendapatan.
Keinginan pemerintah untuk mengurangi ketimpangan dalam distribusi pendapatan akan menyebabkan bertambahnya pengeluaran konsumsi masyarakat secara keseluruhan.
2.         Faktor-faktor Demografi (kependudukan)
a.    Jumlah penduduk
Jika jumlah penduduk suatu daerah sedikit, maka biasanya konsumsinya sedikit. Dan sebaliknya, jika penduduknya banyak maka konsumsinya banyak pula.
b.    Komposisi penduduk
Komposisi penduduk suatu negara dapat dilihat dari beberapa klasifikasi, di antaranya: usia, pendidikan, dan wilayah tinggal. Pengaruh komposisi penduduk terhadap tingkat konsumsi dijabarkan sederhan seperti di bawah ini.[8]
1)      Makin banyak penduduk yang berusia produktif, makin besar tingkat konsumsi, terutama bila sebagian besar dari mereka mendapat kesempatan kerja yang tinggi, dengan upah yang wajar.
2) Makin tinggi tingkat pendidikan masyarakat, tingkat konsumsinya juga makin tinggi.
3)  Makin banyak penduduk yang tinggal di wilayah perkotaan (urban), pengeluaran konsumsi juga makin tinggi.
3.         Faktor-faktor Non-Ekonomi
a.    Kebiasaan Adat Sosial Budaya
Suatu kebiasaan di suatu wilayah dapat mempengaruhi tingkat konsumsi seseorang. Di daerah yang memegang teguh adat istiadat untuk hidup, sederhana biasanya akan memiliki tingkat konsumsi yang kecil.
b.    Gaya Hidup Seseorang
Seseorang yang berpenghasilan rendah dapat memiliki tingkat pengeluaran yang tinggi jika orang itu menyukai gaya hidup yang mewah dan gemar berhutang baik kepada orang lain maupun dengan kartu kredit.
DAFTAR PUSTAKA
Puspitawati, Endang. Ekonomi. Klaten: Viva Pakarindo. 2006.
Rahardja, Prathama. Pengantar Ilmu Ekonomi. Jakarta: Lembaga Penerbit Fakultas UI. 2008.
Ritonga, M.T., dkk.  Ekonomi dan Akuntansi untuk SMA jilid 1. Jakarta: PT. Phibeta Aneka Gama. 2007.
Waluyo, Dwi Eko. Ekonomika Makro. Malang: UMM PRESS. 2007.
Winardi. Pengantar Ilmu Ekonomi. Bandung: Tarsito. 1995.


[1] Rahardja, Prathama, Pengantar Ilmu Ekonomi, Lembaga Penerbit Fakultas Ekonomi, 2008:258.
[2] Ibid., hlm. 259.
[3] Ibid., hlm. 262.
[4] Ibid, hlm. 264.
[5] Waluyo, Dwi Eko. Ekonomika Makro. UMM PRESS. Malang. 2007:67.
[6] Ibid. hlm., 71-72.
[7] Ibid. hlm., 74-75.
[8] Rahardja, Prathama, Pengantar Ilmu Ekonomi, Lembaga Penerbit Fakultas Ekonomi, 2008:267-268.

File:
PDF1

0 komentar:

Posting Komentar