3.
Tolak Ukur Stabilitas Moneter
Setiap kebijakan yang dilakukan oleh
pemerintah harus memiliki target dan ukuran keberhasilan. Hal ini penting,
untuk mengukur atau sebagai acuan, apakah kebijakan tersebut berhasil atau
tidak. Dalam perekonomian beberapa indikator yang biasanya digunakan untuk menilai
kebijakan moneter adalah:
1. Jumlah
Uang Beredar (JUB)
Dari kelima indikator tersebut, hanya
JUB yang tidak dapat dimonitor dan dirasakan lansung oleh masyarakat, sementara
itu indikator nomor 2 sampai dengan 5, relatif dapat dilihat dan dirasakan
langsung oleh masyarakat. Dengan alasan ini, berikut ini akan dijelaskan secara
ringkas dari keempat indikator tersebut
2. Laju
inflasi yang cukup rendah terkendali
Bagi dunia perbankan laju inflasi yang
tinggi akan menimbukan kesulitan bagi Bank untuk mengerahkan dana masyarakat,
karena dengan inflasi yang tinggi tersebut, tingkat bunga riil (bunga
nominal-inflasi) akan menurun, sehingga mengurangi keinginan masyarakat untuk
menyimpan kekayaannya dalam produk-produk perbankan. Dampak selanjutnya adalah,
bunga riil yang menurun bila dibandingkan tingkat bunga riil di luar negeri
akan memicu larinya dana masyarakat ke luar negeri, karena dirasakan masyarakat
lebih menguntungkan menyimpan dananya di luar negeri.
3. Suku
bunga pada tingkat yang wajar
Selain yang telah sering dijelaskan
sebelumnya, bahwa dari sisi masyarakat tingginya suku bunga memang akan
menambah keinginan masyarakat untuk menyimpan dananya di bank, namun di sisi
lain, tingginya suku bunga tersebut akan mengurangi niat dunia usaha untuk
mengambil kredit bagi pengembangan usahanya. Akibatnya dana yang sudah
terlanjur masuk ke perbankan dengan adanya bunga tinggi tersebut, tidak dapat
tersalurkan dan menimbulkan permasalahan baru bagi perbankan, yakni, Kemana
dana masyarakat tersebut akan disalurkan ? Apabila masalah ini tidak segera
mendapat jalan keluar, maka perbankan terancam akan menghadapi masalah
likuiditas dan tentu saja masalah penghasilan dari bunga yang seharusnya
diperoleh.
4. Nilai
tukar rupiah yang realistis, dan Nilai tukar yang stabil tentu akan lebih
memberi iklim kepastian bagi semua pelaku usaha, termasuk sektor perbankan,
dunia usaha dan masyarakat. Nilai tukar rupiah yang rendah saat ini dapat
dijadikan saat yang baik dunia usaha yang berorientasi ekspor, dan ini dapat
memicu peningkatan permintaan kredit dari dunia usaha untuk melanjutkan dan
meningkatkan produk ekspornya.
5.
Ekspektasi/harapan
masyarakat terhadap moneter.
Meskipun lebih sulit
untuk diukur, namun ekspektasi masyarakat mulai mendapat perhatian besar dalam
rangka pelaksanaan kebijakan moneter di Indonesia. Ekspektasi umumnya terjadi
melalui ekspektasi masyarakat terhadap tingkat inflasi dan ekspektasi terhadap
nilai tukar. Ekspektasi masyarakat yang berlebihan terhadap besaran inflasi
akan mendorong semakin tingginya harga-harga, sehingga akan mengurangi tingkat
konsumsi dan daya saing produk dalam negeri yang akan diekspor. Sementara itu,
ekspektasi masyarakat yang negatif terhadap nilai tukar akan berdampak pada
menurunnya kepercayaan masyarakat pada mata uang rupiah, sehingga dapat memicu
mengalirnya dana masyarakat keluar negeri.
0 komentar:
Posting Komentar